MAKALAH
BAKTERI ESCHERICHIA COLI DAN
KLEBSIELLA
DISUSUN OLEH,
NAMA :
KELAS : XI 1 ANALIS
KESEHATAN
SMK FARMASI
IKASARI PEKANBARU
2016
KATA PENGANTAR
Dengan
mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan Makalah ini
dengan baik. Dimana Makalah ini penulis sajikan dalam bentuk buku yang
sederhana. Adapun judul penulisan Makalah ini, yang penulis ambil adalah
sebagai berikut Bakteri Escherichia Coli dan Klebsiella.
Tiada balasan yang dapat penulis berikan, hanya doa yang dapat penulis
panjatkan. Semoga Allah SWT memberikan balasan yang berlipat atas bantuan yang
telah diberikan penulis. Dan penulis menyadari bahwa penyajian dan penulisan
makalah ini masih banyak terdapat kekurangan didalamnya. Untuk itu saran dan
kritik sangat penulis harapkan untuk kesempurnaan dalam penulisan – penulisan
yang akan datang.
Pekanbaru,
September 2016
Penulis
DAFTAR
ISI
Kata Pengantar................................................................................................ i
Daftar Isi........................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang........................................................................................ 1
1.2. Tujuan Penulisan ..................................................................................... 2
1.3. Manfaat Penulisan................................................................................... 2
BAB II ISI DAN PEMBAHASAN
2.1. Escheriachia coli...................................................................................... 2
2.2.Patogenesis Bakteri
Escherichia Coli....................................................... 4
2.3.Pengobatan............................................................................................... 5
2.3.1. Mekanisme kerja Ampisilin................................................................ 6
2.3.2. Resistensi terhadap Ampisilin............................................................ 6
2.4.Bakteri Klebsiella..................................................................................... 9
2.4.1. Klasifikasi Bakteri Klebsiella............................................................. 9
2.4.2. Sifat pertumbuhan Klebsiella........................................................... 10
2.4.3. Fisiologi Bakteri Klebsiella............................................................... 10
2.5.Patogenesis Bakteri Klebsiella................................................................ 11
2.5.1. Diagnosa Laboratorium.................................................................... 12
2.6.Gejala Klinis........................................................................................... 13
2.7.Pengobatan............................................................................................. 13
BAB III PENUTUP
3.1. Kesimpulan............................................................................................ 15
3.2. Saran...................................................................................................... 15
Daftar Pustaka............................................................................................ 16
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Escherichia
coli merupakan bakteri gram negatif yang normalnya hidup sebagai flora
normal di sistem pencernaan manusia, dan juga bisa menjadi patogen yang menyebabkan infeksi (Giske, et al., 2012 )
Escherichia
coli adalah bakteri penyebab infeksi saluran kencing tersering (Paterson,
2006). Penelitian menunjukkan adanya peningkatan kasus infeksi saluran kencing
dari tahun 1999-2004 yang disebabkan oleh E.
coli yang menghasilkan ESBL. Terlihat
kenaikan dari 0.20% - 5.52% tiap
tahunnya (Ena, et al., 2006).
Escherichia
coli juga dihubungkan dengan diare pada bayi, traveler’s diarrhea, atau diare yang akut maupun kronis (Brooks, et al., 2001). Escherichia coli merupakan bakteri patogen utama infeksi pada pasien rawat jalan maupun
rawat inap. Sekitar 85% penyebab ISK dan sekitar 50% infeksi nosokomial di
masyarakat penyebabnya adalah E. coli.
Infeksi nosokomial yang sering disebabkan oleh E. coli seperti catheter-associated
urinary tract infections dan infeksi bekas luka operasi (Spelman, 2002). Intensive Care
Unit (ICU) merupakan salah satu sumber penularan bakteri E. coli. Hal ini dikarenakan pasien memiliki faktor resiko yang
tinggi saat berada di ICU seperti keparahan penyakit, lama rawat inap di rumah
sakit, peralatan medis yang invasif, dan penggunaan antibiotik.
Berdasarkan data pola kuman dan resistensi dari
isolat urin pada tiga tempat berbeda di Indonesia yaitu Jakarta (Bagian
Mikrobiologi dan Bagian Patologi Klinik FKUI-RSCM), Bandung (Bagian Patologi
Klinik Sub Bagian Mikrobiologi RS Hasan Sadikin) dan Surabaya (Bagian
Mikrobiologi RS Soetomo), jumlah kuman yang didapat dari periode 2002-2004,
infeksi oleh E.coli merupakan yang
terbanyak ditemukan yaitu sebanyak 38.85% diikuti dengan Klebsiella sp 16.63% dan Pseudomonas
sp 14.95% (Firizki, 2013).
E.
coli dapat menyebar secara mudah dari tangan yang menyentuh makanan atau air yang
telah terkontaminasi dan menyebabkan adanya transfer gen secara horizontal
(Giske, et al., 2012).
Klebsiella
merupakan sebuah genus yang dapat mengubah tempat, merupakan bakteri gram
negatif bentuk batang, bakteri dengan terkemuka polis akan berbaris kapsul.
Frequent manusia patogen organisme yang menyebabkan berbagai penyakit terutama
pneumonia, ISK, keracunan darah, spondilis dan jaringan lunak infeksi.
Hans
Christian Gram seorang Ilmuwan berkebangsaan Denmark yang hidup pada (
1853 – 1938 ) .Untuk pertama kali beliau berhasil memperkenalkan cara pewarnaan
bakteri secara gram,dan berhasil mengamati Klebsiella pneumonia dan
Streptococcus pneumonia pada tahun 1884.Kemudian bakteri tersebut berhasil di
identifikasi oleh seorang ahli Bakteriologi berkebangsaan jerman bernama Edwin
Klebs, yang hidup pada tahun ( 1831 – 1913 ) yang kemudian memperkenalkan Bakteri
ini,dan diberi nama Klebsiella sesuai namanya.
Klebsiella pneumonia pertama kali ditemukan oleh Carl Friedlander.
Carl Friedlander adalah patologis dan mikrobiologis dari Jerman yang membantu
penemuan bakteri penyebab pneumonia pada tahun 1882. Carl Friedlander adalah
orang yang pertama kali mengindentifikasi bakteri Klebsiella pneumonia dari
paru-paru orang yang meninggal karena pneumonia. Karena jasanya, Klebsiella
pneumonia sering pula disebut bakteri Friedlander. Infeksi dengan organisme
Klebsiella terjadi di paru-paru, di mana mereka menyebabkan perubahan
destruktif. Nekrosis, peradangan, dan perdarahan terjadi di dalam jaringan
paru-paru, kadang-kadang menghasilkan, darah, dahak berlendir digambarkan
sebagai dahak jeli kismis.
1.2.Tujuan Penulisan
·
Mengetahui Defenisi Bakteri Escherichia Coli dan Klebsiella.
·
Mengetahui Patogenesis dan
pengobatan dari bakteri Escherichia Coli dan Klebsiella.
·
Mengetahui penyebaran bakteri Escherichia Coli dan Klebsiella.
1.3.Manfaat
Penulisan
·
Untuk mahasiswa berguna untuk dijadikan sebagai dasar
kerangka berfikir dalam menganalisa kesehatan yang disebabkan oleh bakteri.
·
Sarana menambah wawasan dan pengetahuan mengenai beberapa hal yang
berkenaan dengan penyakit – penyakit yang sering di temukan pada kalangan masyarakat.
·
Sebagai salah satu syarat untuk lulus mata pelajaran.
ISI DAN PEMBAHASAN
2.1. Escherichia coli
Escherichia coli merupakan
bakteri Gram negatif berbentuk batang pendek yang memiliki panjang sekitar 2
ยตm, diameter 0,7 ยตm, lebar 0,4-0,7ยตm dan bersifat anaerob fakultatif. E. coli membentuk koloni yang bundar,
cembung, dan halus dengan tepi yang nyata (Smith-Keary, 1988 ; Jawetz et al., 1995). E. coli dapat dilihat pada gambar 1.
2.1.1. lasifikasi
Bakteri Escherichia coli
Filum : Proteobacteria
Kelas
:
Gamma Proteobacteria
Ordo :
Enterobacteriales
Familia :
Enterobacteriaceae
Genus : Escherichia
Spesies :
Escherichia coli
Gambar 1.
E. Coli (Smith-Keary,1988)
E. coli adalah anggota flora normal usus. E. coli berperan penting dalam sintesis vitamin K, konversi
pigmen-pigmen empedu, asam-asam empedu dan penyerapan zat-zat makanan. E. coli termasuk ke dalam bakteri
heterotrof yang memperoleh makanan berupa zat oganik dari lingkungannya karena
tidak dapat menyusun sendiri zat organik yang dibutuhkannya. Zat organik
diperoleh dari sisa organisme lain. Bakteri ini menguraikan zat organik dalam
makanan menjadi zat anorganik, yaitu CO2, H2O, energi, dan mineral. Di dalam
lingkungan, bakteri pembusuk ini berfungsi sebagai pengurai dan penyedia
nutrisi bagi tumbuhan (Ganiswarna, 1995).
E. coli menjadi patogen jika jumlah bakteri ini
dalam saluran pencernaan meningkat
atau berada di luar usus. E. coli
menghasilkan enterotoksin yang menyebabkan beberapa kasus diare. E. coli berasosiasi dengan
enteropatogenik menghasilkan enterotoksin pada sel epitel (jawetz et al., 1995).
Manifestasi
klinik infeksi oleh E. coli
bergantung pada tempat infeksi dan tidak dapat dibedakan dengan gejala infeksi
yang disebabkan oleh bakteri lain (jawetz et
al., 1995). Penyakit yang disebabkan oleh E. coli yaitu :
1.2.Patogenesis Bakteri Escherichia Coli
1. Infeksi saluran
kemih
Eschericia coli merupakan penyebab infeksi saluran kemih pada
kira-kira 90 % wanita muda. Gejala
dan tanda-tandanya antara lain sering kencing, disuria, hematuria, dan piuria.
Nyeri pinggang berhubungan dengan infeksi saluran kemih bagian atas.
2.
Diare
Eschericia coli yang menyebabkan diare banyak ditemukan di
seluruh dunia. E. Coli diklasifikasikan
oleh ciri khas sifat-sifat virulensinya, dan setiap kelompok menimbulkan
penyakit melalui mekanisme yang berbeda. Ada lima kelompok galur E. coli yang patogen, yaitu :
a.
E. coli Enteropatogenik (EPEC)
EPEC
penyebab penting diare pada bayi, khususnya di negara berkembang. EPEC
sebelumnya dikaitkan dengan wabah diare pada anak-anak di negara maju. EPEC
melekat pada sel mukosa usus kecil.
b. E. coli Enterotoksigenik (ETEC)
ETEC penyebab yang sering dari “diare
wisatawan” dan penyebab diare pada bayi di negara berkembang. Faktor kolonisasi
ETEC yang spesifik untuk manusia menimbulkan pelekatan ETEC pada sel epitel
usus kecil.
c. E. coli Enteroinvasif (EIEC)
EIEC menimbulkan penyakit yang sangat mirip
dengan shigelosis. Penyakit yang paling sering pada anak-anak di negara
berkembang dan para wisatawan yang menuju negara tersebut. Galur EIEC bersifat
non-laktosa atau melakukan fermentasi laktosa dengan lambat serta bersifat
tidak dapat bergerak. EIEC menimbulkan penyakit melalui invasinya ke sel epitel
mukosa usus.
d. E. coli Enterohemoragik (EHEK)
EHEK menghasilkan verotoksin, dinamai sesuai
efek sitotoksisnya pada sel Vero, suatu ginjal dari monyet hijau Afrika.
e. E. coli Enteroagregatif (EAEC)
EAEC
menyebabkan diare akut dan kronik pada masyarakat di negara berkembang.
3.
Sepsis
Bila
pertahanan inang normal tidak mencukupi, E.
coli dapat memasuki aliran darah dan menyebabkan sepsis.
4.
Meningitis
E.
coli dan Streptokokus adalah penyebab utama
meningitis pada bayi. E. Coli merupakan penyebab
pada sekitar 40% kasus meningitis neonatal (Jawetz et al., 1996).
1.3. Pengobatan
Infeksi oleh E. coli dapat diobati menggunakan sulfonamida, ampisilin,
sefalosporin, kloramfenikol, tetrasiklin dan aminoglikosida. Aminoglikosida
kurang baik diserap oleh gastrointestinal, dan mempunyai efek beracun pada
ginjal. Jenis antibiotik yang paling sering digunakan adalah ampisilin.
Ampisilin adalah asam organik yang terdiri dari
satu inti siklik dengan satu rantai samping. Inti siklik terdiri dari cincin
tiazolidin dan cincin betalaktam, sedangkan rantai sampingnya merupakan gugus
amino bebas yang mengikat satu atom H (Ganiswarna, 1995). Struktur ampisilin
dapat dilihat pada gambar 2.
Gambar 2. Struktur kimia ampisilin (Farmakope
IV, 1995)
Ampisilin memiliki spektrum kerja yang luas
terhadap bakteri Gram negatif, misalnya E.
coli, H. Influenzae, Salmonella, dan beberapa genus Proteus. Namun ampisilin tidak aktif terhadap Pseudomonas, Klebsiella, dan Enterococci
(Setiabudy
dalam Ganiswarna, 1995). Ampisilin banyak digunakan untuk mengatasi berbagai
infeksi saluran pernafasan, saluran cerna dan saluran kemih (Tan Hoan Tjay dan
Raharja, 2002).
1.3.1. Mekanisme Kerja Ampisilin
Mekanisme
kerja dari antibiotik ampisilin adalah dengan menghambat pembentukan ikatan
silang pada biosintesis peptidoglikan yang melibatkan penicillin-binding protein (PBP). Pada E. coli, PBP1-3 merupakan enzim
bifungsi yang mengkatalisis reaksi
transglikosilase dan transpeptidase serta PBP3-6 mengkatalisis reaksi
karboksipeptidasi (Chopra dalam D. S. Retnoningrum, 1998). Mekanisme kerja
ampisilin dapat dilihat pada gambar 2.
Gambar 3 Mekanisme
kerja ampisilin (Salyers et al.,
1994)
1.3.2.
Resistensi Terhadap
Ampisilin
Salah
satu obat pilihan yang digunakan untuk mengobati infeksi saluran urin yang
disebabkan oleh E. coli adalah
ampisilin. Namun E. coli dilaporkan
telah resisten terhadap ampisilin sehingga tidak digunakan lagi. Untuk
menanggulangi terjadinya resistensi pada ampisilin maka diperlukan pengobatan
antimikroba yang lain seperti trimethoprim-sulfamethoxazol (TMP-SMZ),
siprofloxacin, norfloxacin, nitrofurantoin, dan fluoroquinolon. Dilaporkan pada tahun 1995 sampai
2001 terjadi kecenderungan resistensi antimikroba terhadap isolat E. coli dalam infeksi saluran urin pada
pasien wanita di Amerika Serikat, 14,8-17% pertahun resisten terhadap
trimethoprim-sulfametoxazol, 0,7-2,5% pertahun resisten terhadap siprofloxacin,
0,4-0,8% pertahun resisten terhadap nitrofurantoin, dan 36–37,4% per tahun
resisten terhadap ampisilin, nilai presentase tersebut bervariasi dalam setiap
tahunnya (Karlowsky et al., 2002).
Resistensi
intrinsik pada ampisilin disebabkan oleh ekspresi gen, yaitu gen pengkode
betalaktamase yang berlokasi pada kromosom bakteri gram negatif. Gen ini
mengkode enzim betalaktamase yang menginaktivasi cincin betalaktam ampisilin
dengan cara menghidrolisis cincin betalaktam tersebut, sehingga menjadi
resisten terhadap ampisilin (Russel and Chopra, 1990).
Resistensi ampisilin dapat juga disebabkan oleh
ekspresi gen pengkode betalaktamase yang terdapat pada plasmid. Plasmid adalah
elemen genetik ekstrakromosom yang bereplikas secara otonom. Plasmid membawa
gen pengkode resisten antibiotik, salah satunya adalah ampisilin. Resistensi
yang diperantai oleh plasmid adalah resistensi yang umum ditemukan pada isolat
klinik. Gen yang berlokasi pada plasmid lebih mudah pindah jika dibandingkan
dengan gen yang berlokasi pada kromosom, sehingga gen resistensi yang berlokasi
pada plasmid dapat ditransfer dari satu bakteri ke bakteri yang lain
(Ganiswarna, 1995 ; Tjay dan Rahardja, 2002).
Resistensi
menghasilkan perubahan bentuk pada gen bakteri angy disebabkan oleh 2
proses genetik dalam bakteri :
1.
Mutasi dan seleksi (evolusi vertikal)
Evolusi vertikal didorong oleh prinsip seleksi
alam. Mutasi spontan pada kromosom bakteri memberikan resistensi terhadap suatu
populasi bakteri. Pada lingkungan tertentu bakteri yang tidak termutasi
(nonmutan) mati, sedangkan bakteri yang termutasi (mutan) menjadi resisten,
kemudian tumbuh dan berkembang biak.
2. Perubahan
gen antar galur dan spesies (evolusi horizontal)
Evolusi horizontal yaitu pengambilalihan gen
resistensi dari organisme lain.
Contohnya, streptomices mempunyai gen resistensi
terhadap streptomisin. Tetapi kemudian gen ini lepas dan masuk ke dalam E. coli atau Shighella sp. Beberapa bakteri mengembangkan resistensi genetik
melalui proses mutasi dan seleksi, kemudian memberikan gen ini kepada beberapa
bakteri lain melalui salah satu proses perubahan genetik pada bakteri.
Penyakit
infeksi yang disebabkan oleh bakteri patogen merupakan permasalahan kesehatan
yang pernah dihadapi oleh hampir setiap orang. Hingga saat ini, cara yang
dilakukan untuk pengobatan berbagai jenis penyakit infeksi adalah dengan
pemberian antibiotik. Jenis antibiotik yang paling banyak digunakan adalah betalaktam.
Antibiotik ini dipilih karena tingkat selektivitasnya tinggi, mudah diperoleh,
dan analog sintetiknya tersedia dalam jumlah banyak.
Meningkatnya
penggunaan antibiotik betalaktam, memacu meningkatnya resistensi bakteri
terhadap antibiotik tersebut. Mekanisme utama resistensi bakteri Gram-positif
dan Gram-negatif terhadap antibiotik betalaktam yakni dengan menghasilkan enzim
betalaktamase, yang berperan memotong cincin betalaktam, sehingga aktivitas
antibakterinya hilang. Enzim betalaktamase merupakan enzim perusak penisilin
yang dihasilkan oleh sejumlah bakteri gram negatif. Enzim ini membuka cincin
betalaktam dari pensilin dan sefalosporin serta menghilangkan daya
antimikrobanya. Klasifikasi betalaktamase sangat kompleks, didasarkan atas
sifat genetik, sifat-sifat biokimia, dan substrat yang berafinitas terhadap
inhibitor betalaktamase (Jawet et al.,
1995).
3.
Inhibitor
Betalaktamase
Inhibitor betalaktamase adalah suatu zat yang
dapat menghambat kerja enzim betalaktamase. Inhibitor betalaktamase dalam keadaan
unggalt tidak memberikan aktivitas antibakteri sehingga perlu adanya kombinasi
dengan antibiotik betalaktam (Ganiswarna, 1995).
Inhibitor betalaktamase yang telah digunakan
dalam pengobatan adalah asam klavulanat, tazobaktam dan sulbaktam. Inhibitor
tersebu tidak memperlihatkan aktivitas antibakteri, sehingga tidak dapat
digunakan sebagai obat tunggal untuk menanggulangi penyakit infeksi. Bila
dikombinasi dengan antibiotik betalaktam, inhibitor ini akan mengikat enzim
betalaktamase, sehingga antibiotika pasangannya bebas dari pengrusakan oleh
enzim betalaktamase dan dapat menghambat sintesis dinding sel bakteri yang
dituju. Sifat ikatan betalaktamase dengan penghambatnya umumnya menetap,
penghambatnya seringkali bekerja sebagai suicide
inhibitor, karena ikut hancur di dalam betalaktamase yang diikatnya
(Ganiswarna,1995).
Enzim betalaktamase dalam bakteri gram negatif
terdiri dari empat kelas, enzim kelas A (TEM dan SHV), enzim kelas
B, enzim kelas C biasanya disebut AmpC resisten, dan enzim kelas D yaitu enzim
OXA. Enzim kelas A merupakan enzim betalaktamase yang banyak ditemukan, enzim
kelas B merupakan enzim yang mengandung zink, enzim kelas C mengandung
betalaktamase yang terletak pada kromosom dari bakteri famili Enterobacteriacea termasuk bakteri E. coli, dan enzim kelas D merupakan
enzim yang belum banyak diketahui (Teale, 1995).
Dilaporkan 90%
patogen saluran urin menghasilkan betalaktamase, sebanyak 94,8% adalah E. coli (Orrett and Shurland., 1996).
Dilaporkan pula bahwa sampel urin pada pasien wanita penderita sistitis
mengandung E. coli yang telah
resisten terhadap trimethoprim-sulfamethoxazole, ampisilin, dan siprofloxacin
(Johnson et al., 2005).
1.4.Bakteri Klebsiella
Klebsiella pneumonia pertama kali ditemukan oleh Carl Friedlander.
Carl Friedlander adalah patologis dan mikrobiologis dari Jerman yang membantu
penemuan bakteri penyebab pneumonia pada tahun 1882. Carl Friedlander adalah
orang yang pertama kali mengidentifikasi bakteri Klebsiella pneumonia dari
paru-paru orang yang meninggal karena pneumonia. Karena jasanya, Klebsiella
pneumonia sering pula disebut bakteri Friedlander. Klebsiella pneumonia adalah
bakteri Gram negatif yang berbentuk batang (basil). Klebsiella pneumonia
tergolong bakteri yang tidak dapat melakukan pergerakan (non motil).
Berdasarkan kebutuhannya akan oksigen, Klebsiella pneumonia merupakan bakteri
fakultatif anaerob.
1.4.1. Klasifikasi Klebsiella
Kingdom : Bacteria
Phylum : Proteobacteria
Class : Gamma Proteobacteria
Phylum : Proteobacteria
Class : Gamma Proteobacteria
Orde : Enterobacteriales
Family : Enterobacteriaceae
Genus : Klebsiella
Species : K. pneumonia
Family : Enterobacteriaceae
Genus : Klebsiella
Species : K. pneumonia
Klebsiella pneumonia menyebabkan
pneumonia dapat menginfeksi tempat lain di samping saluran pernafasan.
Klebsiella merupakan suatu bakteri yang menimbulkan penyakit infeksi saluran
pernapasan atas (hidung) yang kronis dan endemik di berbagai negara,
termasuk Indonesia. Bakteri ini diberi nama berdasarkan penemunya, yaitu Edwin
Klebs, seorang ahli mikrobiologi jerman di abad ke-19. Bakteri genus Klebsiella
termasuk ke dalam suku Klebsiellae, anggota famili Enterobacteriaceae. Klebsiella
pneumonia/Fridlander bacillus ditemukan di dalam hidung, flora normal usus dan
akan patogen bila menderita penyakit lain (penyakit paru-paru yang kronis).
1.
Klebsiella ozaena penyebab penyakit
azoena : mukosa hidung menjadi atrpopis progresif dan berlendir serta berbau
amis
2.
Klebsiella rhinoscleromatis :
penyebab penyakit rhinocleloma yaitu penyakit menahun berupa granula dengan
tanda-tanda sclerosis dan hipertropi jaringan dan menyebabkan kerusakan hidung
dan farings.
3.
Klebsiella aerogenes/Aerobacter
aerogenes
Kuman ini mempunyai sifat sama
dengan E. coli, terdapat di air, tanah, sampah dan lain sebagainya.
Dibedakan pada tes IMVic
E. coli
: ++–
Klebsiella aerogenes : –++
Masuk dalam tubuh per oral, infeksi
pada saluran urine biasanya setelah kateterisasi, maka perlu tes resistensi
dahulu : Pada pasien usia Lanjut atau pasien dengan respon imun rendah,
pneumonia tidak khas, yaitu berupa gejala non pernafasan seperti pusing,
perburukan dan penyakit yang sudah ada sebelumnya dan pingsan. Biasanya
frekuensi napas bertambah cepat dan jarang ditemukan demam.
Klebsiella pneumonia dapat
memfermentasikan laktosa. Pada test dengan indol, lebsiella pneumonia akan
menunjukkan hasil negatif. Klebsiella pneumonia dapat mereduksi nitrat.
Klebsiella pneumonia banyak ditemukan di mulut, kulit, dan sal usus, namun
habitat alami dari Klebsiella pneumonia adalah di tanah. Klebsiella pneumonia
dapat menyebabkan pneumonia. Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai
jaringan paru-paru (alveoli).
Pneumonia yang disebabkan oleh
Klebsiella pneumonia dapat berupa pneumonia komuniti atau community acquired
pnuemonia. Pneumonia komuniti atau community acquired pnuemonia adalah
pneumonia yang di dapatkan dari masyarakat. Strain baru dari Klebsiella
pneumonia dapat menyebabkan pneumonia nosomikal atau hospitality acquired
pneumonia, yang berarti penyakit peumonia tersebut di dapatkan saat pasien
berada di rumah sakit atau tempat pelayanan kesehatan. Klebsiella pneumonia
umumnya menyerang orang dengan kekebalan tubuh lemah, seperti alkoholis, orang
dengan penyakit diabetes dan orang dengan penyakit kronik paru-paru.
1.4.2. Sifat
pertumbuhan bakteri
Coliform dapat
didefinisikan sebagai golongan bakteri dengan ciri gram negatif, aerob dan
anaerob fakultatif, memfermentasikan laktosa dengan menghasilkan asam dan gas
pada pengeraman 35-37oC selama 24-48 jam. Spesies yang termasuk golongan
Coliform antara lain Escherichia coli, Enterobacter aerogenes, dan Klebsiella
pneumonia.
1.4.3. Fisiologi bakteri
a) Reaksi Biokimia
Memecah
karbohidrat menjadi asam dan gas: laktosa, sukrosa, dan inositol merah motil
(+) dan Voges Proskauer (-) dan lambat memecah urea.
ร
KIA
· Ferm : ac / ac
· H2S : (-)
· Gas : (+)
ร SIM
· H2S: (-)
· Indol : (-)
· Motil : (-)
ร Urea : (+)
ร Citrat : (+)
ร MR : (-)
ร VP : (-)
ร Glukosa : (+) gas
ร Laktosa : (+)
ร Maltosa : (+)
ร Manitol : (+)
ร Sakarosa : (+)
· Ferm : ac / ac
· H2S : (-)
· Gas : (+)
ร SIM
· H2S: (-)
· Indol : (-)
· Motil : (-)
ร Urea : (+)
ร Citrat : (+)
ร MR : (-)
ร VP : (-)
ร Glukosa : (+) gas
ร Laktosa : (+)
ร Maltosa : (+)
ร Manitol : (+)
ร Sakarosa : (+)
b) Daya Tahan
Mudah mati pada suhu 60o C selama 20 detik, serta desinfektan.
c) Tipe Antigen
c) Tipe Antigen
Klebsiella
memiliki struktur antigen. Anggota dari genus Klebsiella biasanya
mengungkapkan 2 jenis antigen pada permukaan sel mereka, yaitu:
1. Antigen O
merupakan bagian terluar dinding sel lipopolisakarida dan terdiri dari unit
berulang polisakarida. Beberapa polisakarida spesifik O mengandung gula unik.
Antigen O tahan terhadap panas dan alcohol dan biasanya dideteksi dengan cara
aglutinasi bakteri. Antibody terhadap antigen O adalah IgM.
2. Antigen K
merupakan bagian terluar dari antigen O pada beberapa, tetapi tidak pada
enterobacteriaceae. Beberapa antigen K adalah polisakarida dan yang lainnya
protein.
2.5. Patogenitas bakteri
Melalui saluran
pernafasan bagian atas bakteri masuk ke jaringan paru, terjadi penghancuran jaringan,
terbentuk daerah purulen dan nekrosis parenkim paru, terjadi abses paru,
bronkiektasis, bakteri masuk aliran darah, septicemia, abses liver. Kapsul
memiliki kemampuan untuk mempertahankan organisme terhadap fagositosis dan
pembunuhan oleh serum normal. Galur
yang berkapsul lebih virulen daripada galur yang berkapsul ( pada hewan
percobaan).
Tidak ada
toksin selain endotoksin yang berperan pada infeksi oportunistik
Galur Klebsiella pneumoniae ada yang memproduksi enterotoksin (pernah diisolasi dari penderita tropical sprue) toksin ini mirip dengan ST (tahan panas) dan LT (heat-labile enterotoksin) dari E.coli, kemampuan memproduksi toksin ini diperantarai oleh plasmid Klebsiella pneumoniae. Menyebabkan pneumonia dapat menginfeksi tempat lain disamping saluran pernafasan.
Galur Klebsiella pneumoniae ada yang memproduksi enterotoksin (pernah diisolasi dari penderita tropical sprue) toksin ini mirip dengan ST (tahan panas) dan LT (heat-labile enterotoksin) dari E.coli, kemampuan memproduksi toksin ini diperantarai oleh plasmid Klebsiella pneumoniae. Menyebabkan pneumonia dapat menginfeksi tempat lain disamping saluran pernafasan.
Bakteri ini
sering menimbulkan pada traktus urinarius karena nosocomial infection,
meningitis, dan pneumonia pada penderita diabetes mellitus atau pecandu
alcohol. Gejala pneumonia yang disebabkan oleh bakteri ini berupa gejala demam
akut, malaise (lesu), dan batuk kering, kemudian batuknya menjadi produktif dan
menghasilkan sputum berdarah dan purulent (nanah). Bila penyakitnya berlanjut
akan terjadi abses nekrosis jaringan paru, bronchiectasi dan vibrosis
paru-paru.
2.5.1. Diagnosa laboratorium
Pada
pemerikasaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leukosit, biasanya lebih
dari 10.000/ยตl kadang-kadang mencapai 30.000/ยตl, dan pada hitungan jenis
leukosit terdapat pergeseran kekiri serta terjadi peningkatan LED. Untuk
menentukan diagnosis etiologi diperlukan pemeriksaan dahak, kultur darah dan
serologi.
a.
Metode isolasi dan identifikasi
Organisme ini
dari makanan, air dan sampel diare, didasarkan pada ketepatan media selektif
yang digunakan dan hasil analisa mikrobiologi dan biokimia. Kemampuan untuk
menghasilkan enterotoxin dapat ditentukan oleh analisa biakan sel dan analisa
pasa hewan, metode serologis, atau analisa genetika.
Sampel dapat berupa sputum, liquar cerebrospinalis atau urin.
Diperiksa di bawah mikroskop setelah pewarnaan atau ditanam pada pembenihan.
·
Melihat selaput, maka diambil bahan pemeriksaan dari manusia,
binatang dan perbenihan.
·
Selaput ini terlihat seperti
lendir, maka koloni – koloni terlihat basah dan berlendir
·
Pneumococcus karena ada atau tidak mempunyai selubung/kapsul.
b.
Kultur media pemupuk
Specimen
ditanam pada media Brain Hearth Infusion Broth (BHIB), replikasi bakteri
saluran dari usus normal dan meningkatkan bakteri Klebsiella . Sesudah
inkubasi 18-24 jam, ditanam pada media differensial dan selektif.
c.
Media perbenihan
Media umum
adalah media BAP (Blood Agar Plate), media Mac Conkey
2.6. Gejala
Klinis
Gejala-gejala
seseorang yang terinfeksi Klebsiella pneumoniae adalah napas cepat dan napas
sesak, karena paru meradang secara mendadak. Batas napas cepat adalah frekuensi
pernapasan sebanyak 50 kali per menit atau lebih pada anak usia 2 bulan sampai
kurang dari 1 tahun, dan 40 kali permenit atau lebih pada anak usia 1 tahun
sampai kurang dari 5 tahun. Pneumonia Berat ditandai dengan adanya batuk atau (juga
disertai) kesukaran bernapas, napas sesak atau penarikan dinding dada sebelah
bawah ke dalam (severe chest indrawing) pada anak usia 2 bulan sampai kurang
dari 5 tahun. Pada kelompok usia ini dikenal juga Pneumonia sangat berat,
dengan gejala batuk, kesukaran bernapas disertai gejala sianosis sentral dan
tidak dapat minum. Sementara untuk anak dibawah 2 bulan, pnemonia berat
ditandai dengan frekuensi pernapasan sebanyak 60 kali permenit atau lebih atau
(juga disertai) penarikan kuat pada dinding dada sebelah bawah ke dalam,
batuk-batuk, perubahan karakteristik dahak, suhu tubuh lebih dari 38 ยบ C.
Gejala yang lain, yaitu apabila pada pemeriksaan fisik ditemukan suara napas
bronkhial, bronkhi dan leukosit lebih dari 10.000 atau kurang dari 4500/uL.
Pada pasien
usia lanjut atau pasien dengan respon imun rendah, gejala pneumonia tidak khas,
yaitu berupa gejala non pernafasan seperti pusing, perburukan dari penyakit
yang sudah ada sebelumnya dan pingsan. Biasanya frekuensi napas bertambah cepat
dan jarang ditemukan demam.
2.7. Pengobatan
Beberapa jenis
Klebsiella pneumonia dapat diobati dengan antibiotik, khususnya antibiotik yang
mengandung cincin beta-laktam.Contoh antibiotik tersebut adalah ampicillin,
carbenicillin, amoxiciline, dll. Dari hasil penelitian diketahui bahwa
Klebsiella pneumonia memiliki sensitivitas 98,4% terhadap meropenem, 98,2%
terhadap imipenem, 92,5% terhadap kloramfenikol, 80 % terhadap siprofloksasin,
dan 2% terhadap ampisilin. Strain baru dan Klebsiella pneumonia kebal terhadap
berbagai jenis antibiotik dan sampai sekarang masih dilakukan penelitian untuk
menemukan obat yang tepat untuk menghambat aktivitas atau bahkan membunuh
bakteri tersebut.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari penulisan makalah ini
dapat disimpulkan bahwa :
1. Eschericia coli
merupakan bakteri penyebab penyakit yang mudah ditemui di Indonesia. Yaitu
merupakan salah penyebab penyakit diare. Namun selain itu bakteri eschericia
coli juga memiliki manfaat bagi kehidupan dunia kesehatan yaitu sebagai bahan
utama dalam pembuatan obat.
2. Klebsiella
merupakan hampir sebagian besar spesiesnya hidup sebagai flora normal,dan dapat
menjelajahi kulit,Faring dan saluran cerna seperti mikro organisme lainnya.
3.
Gejala klinis, Gejala-gejala seseorang yang terinfeksi Klebsiella
pneumoniae adalah napas cepat dan napas sesak, karena paru meradang secara
mendadak.
3.2.Saran
Bakteri Escherichia Coli dan klebsiella termasuk jenis
bakteri yang sangat berbahaya bagi manusia karena dapat menyebabkan penyakit
tertentu.Oleh karena itu, perlu pengetahuan tentang kedua
baik secara umum maupun secara khusus. Untuk menghindari terjadinya
penyakit-penyakit yang tidak diinginkan.
Daftar
Pustaka
Brown Alfred,
E., 2005, Laboratory Manual in General Microbiology :
Microbiological
Applications, McGraw-Hill Comp.,
US, p. 395-401
Cappucino, J.G., and N. Sherman. 1983. Microbiology A Laboratorium Manual. 6th ed. USA: Pearson
Education Inc.
Debbie S. Retnoningrum, 1998, Mekanisme
dan Deteksi Molekul Resistensi
Antibiotik pada Bakteri, Jurusan Farmasi-ITB, Bandung, h. 1-5, 16-21
Ganiswarna S. G, 1995,
Farmakologi dan Terapi, ed. 4, UI-Fakultas
Kedokteran, Jakarta.
Holtj.G., Kreig, N.R., Sneath, P.H.A., Stanley,
J.T. and Williams, S.T, 1994.
Bergeys Manual Determinative Bacteriology. Baltimore: Williamn and Wilkins Baltimore.
Innis,
M.A., D.H. Gelfand, J.J. Sninsky, and T.J. White. 1990. PCR Protocols. San Diego,
New York, Boston, London, Sydney, Tokyo, Toronto: Academic Press, Inc.
Jawetz
E., J. L. Melnick, E. A. Adelberg, G. F. Brooks, J. S. Butel, L. N. Ornston,
1995, Mikrobiologi Kedokteran, ed.
20, University of California, San Francisco.
Karlowsky
J. A., L. J. Kelly, C. Thornsberry, M. E. Jones, and D. F. Sahm, 2002, Trends
in Antimicrobial Resistance among Urinary Tract Infection Isolates of Escherichia coli from Female Outpatient
in the United States, Antimicrob. Agents Chemother., 46(8),
2540-2545.
Johnson
J. R., M. A. Kuskowsky, T. T. O’Bryan, R. Colodner, and R. Raz, 2005, Virulence
Genotype an Phylogenetic Origin in Relation to Antibiotic Resistence Profile
among Escherichia coli Urine Sample
Isolates from Israeli Woman with Acute Uncomplicated Cystitis, Antimicrob. Agents Chemother., 49(1),
26-31.
Manges
A. R., J. R. Johnson, B. Foxman, T. T. O’Bryan, K. E. Fullerton, and L. W.
Riley, 2001, Widespread Distribution of Urinary Tract Infections Caused by A
Multridrug Resistance Escherichia coli
Clonal Group, N. Engl. J. Med., 345(14), 1007-1009.
Maxam
A.M. et al.,1977 . A New Metod For
Sequensing DNA, Proc.Nalt. Acad. Sci.USA.74 (2),560-564
Madigan
M.T. et al., 1997. Biology of Microorganisms, Eighth
Edition. New Jersey, Prentice Hall International.
Mutschler E., 1991, Dinamika Obat, ed.5, Penerbit ITB, Bandung.
Oliver A., M. Perez-Vazquez, M.
Martinez-Ferrer, F. Baquero, L. de Rafael, and R. Canton, 1999,
Ampicillin-Sulbactam and Amoxicillin-Clavulanate
Susceptibility Testing on Escherichia coli of Isolates with
Different Beta-Lactam Resistance Phenotypes, Antimicrob Agents Chemother., 43, 862-867.
Orrett
F. and S. M. Shurland, 1996, Production of Betalactamase in Trinidad an
Association with Multiple Resistance to Betalactam Antibiotics, Med Science Research., 24(8), 519-522.
Pelczar
M. J. dan E. C. S. Chan, 1988, Dasar-Dasar
Mikrobiologi, Jilid 2, Terjemahan Ratna Sri Hadioetomo, dkk., Penerbit
Universitas Indonesia, Jakarta
Smith-Keary P. F., 1988, Genetic Elements in Escherichia
coli, Macmillan Molecular
biology series, London, p. 1-9, 49-54
Teale
C. J., 2005, Detection and Characterisation of Betalactamase Resistance in Gram
Negatif Bacteria of Veterinary Significance, UK National Guidelines for Laboratories,
102, 1-5.
Tjay T. H. dan R. Kirana, 2002, Obat-Obat Penting, ed. 5, PT. Elex
Media Komputindo, Jakarta.
Widjojoatmodjo
Myra N., Fluit AD C., and Verhoef Jan, 1995, Molecular Identification of
bacteria by Fluorescence-Based PCR-Single-Strand Conformation Polymorphism
Analysis of the 16S rRNA Gene, Journal
of Clinical Microbiology. p
2601-2606
Tidak ada komentar:
Posting Komentar